Pinto
berusaha untuk menghitung tetesan air hujan yang turun dari langit, dan
ternyata gagal. Kecepatan hujan ditambah
banyaknya tetesan air yang turun saat itu melebihi kecepatan otak Pinto untuk
berhitung. Pinto yang notabene mahasiswa Matematika Universitas Tertutup merasa
gagal. Tiap hari mempelajari rumus yang
membuat otak sampai berasap. Nah, ini? cuma menghitung rintik hujan saja tidak
becus. Padahal, di sebuah bangsa yang bernama Indhonesiya, selebritis yang katanya
sama sekali tidak tahu menahu dan tidak mau tahu- soal kodisi bangsanya saja
bisa jadi anggota DPR dengan bermodalkan
popularitas. Yang lebih hebat, disamping menjadi anggota Dewan yang abal-abal,
mereka juga masih bisa mengembangkan bakat terpendamnya. Korupsi.
Ya, korupsi memang sedang populer banget di Indhonesiya, hampir semua orang
berlomba-lomba melakukan hal keji ini. Tapi, menurut Pinto, para koruptor itu
makhluk Tuhan yang paling hebat. Lha wong udah tahu kalau korupsi itu perbuatan
yang dikutuk sama Tuhan, kalau mati masuk neraka, kan? kurang hebat gimana, berani menantang kutukan
Tuhan ketika di dunia. Yang lebih huebat, saat kebanyakan manusia berbuat baik
demi masuk surga, para koruptor ini malah sengaja berbuat buruk supaya masuk
neraka. Hueebat banget, to? Ada orang yang dengan sengaja pengen masuk neraka,
kan katanya di neraka itu setiap saat disiksa, mana panasnya jutaan kali
melebihi magma. Pinto tidak habis fikir, ” Kok ada ya, orang pengen disiksa,
terus dimasukin tempat yang panas. Pinto aja baru kena putung rokok rasanya
pengen pingsan. Kok, orang Indhonesiya itu huebat buanget, tho?”
Pinto
yang saat itu duduk termenung di sebuah jendela benar-benar merasa frustasi. Hal
itu semakin diperburuk oleh kenangan Pinto beberapa tahun yang lalu. Saat itu,
Pinto baru saja melihat tivi lewat hape ketika kuliah . Lagi-lagi Pinto tidak
mau kalah dengan kehebatan orang Indhonesiya, “anggota dewan di Indhonesiya aja
kalau rapat sambil liat hape bahkan lihat bokep, masak aku nggak boleh kuliah
sambil liat tv?” gumam Pinto kala itu. Pinto memang mahasiswa aneh, kuliahnya
di Matematika tapi kok suka banget liat tv,
mana acaranya berita.
Masih
terekam jelas dalam benak Pinto, siaran berita yang ditonton berasal dari
bangsa di luar angkasa bernama Indonesial. Hape kepunyaan Pinto memang
cuanggih, bisa melihat channel tv sampai luar angkasa, memuat puluhan kartu sim
sekaligus, bahkan hape Pinto bisa menyala tanpa baterai. Tapi sayangnya, hape
Pinto ini tidak berasal dari hasil korupsi, jadi kurang huebat, gitu lho.
“andai saja hapeku dari hasil korupsi, pasti bakal huebat kayak pejabat Indhonesiya
yang suka korupsi. Huh, jadi setres gini, deh. Eh, tapi gak apa-apa, mending hapeku tidak hebat daripada masuk
neraka” setelah memamerkan kecanggihan hape, Pinto jadi pengen cerita tentang
kehebatan Indonesial lagi, nih. Indonesial itu saudara kembarnya Indhonesiya,
tapi tidak identik, kedua bangsa ini terletak di planet nan-jauh disana,
deketnya Pluto.
Indonesial
memiliki kehebatan yang jauh lebih tinggi dibanding Indhonesiya. Indonesial ini sebuah bangsa yang selalu
mengelu-elukan bangsa agraris, tapi bangsa ini memang pandai berbohong dan
tidak sombong. Lha wong kenyataannya
beras aja impor dari luar negeri, katanya agraris? Ternyata bohong,
orang Indonesial memang hebat. Hebat
banget boongnya. Pinto tak mau berburuk sangka, Indonesial ini termasuk bangsa
yang tidak sombong, rela ngimpor beras dari bangsa lain, padahal, kan agraris?
. Mungkin para pejabat bermental korup memang sengaja menaikan harga pupuk,
menaikkan harga beras, supaya bisa impor, terus dikorupsi, deh. Pinto sama sekali tidak percaya, kalau ada
yang bilang bangsa Indonesial itu bodoh, tuh, buktinya banyak pejabat yang
bener-bener cerdas. Saking cerdasnya melakukan berbagai cara biar bisa korupsi,
nggak cuma beras, nih. Daging, kedelai, beras, bahkan Al-Quran sekalipun masih
dikorupsi. Hebat kan? Hebat banget kan?!.
Pinto mau ngasih tahu. Pinto kan
punya rumah di Indonesial juga, di daerah desa gitu, tetangga Pinto kebanyakan bermata pencaharian
sebagai petani. Jadi, tetangga Pinto
kalau musim tanam itu bingung soalnya harga pupuk naik, kalau mau panen juga
bingung soalnya harga padi langsung merosot.
Nggak jarang, lho, tetangga Pinto yang bermata-pencaharian sebagai
petani sering nangis. Kemaren, sempet ada tetangga Pinto yang nangis-nangis gitu, minta
pinjeman uang sama ibuk Pinto. Katanya, uang hasil panen nggak cukup buat bayar
sekolah anaknya. Pas meliat kejadian itu
Pinto jadi terharu, deh.
Bangsa Indonesial kan
punya pemimpin tuh, kata ibuk-ibuk
tetangga Pinto, “orangnya bijak, lembut, berkharisma gitu deh”. Tapi
Pinto nggak peduli, Pinto kan bukan homo. Andai saja pemimpin bangsa Indonesial
itu Dewi Persik atau Julia Peres, pasti Pinto bakal lebih antusias. Pinto jadi
keinget pemimpin bangsa Pinto pertama, namanya Soekarno. Dia tuh tegas banget,
peduli sama rakyatnya, kalau pidato aja sambil teriak. Nggak kayak pemimpin
Indonesial yang sekarang, kayaknya lemes banget, belum makan kali, ya. Ada yang lebih hebat lho, pemimpin Indonesial
yang sekarang juga kerja jadi pemimpin
partai. Padahal, beberapa waktu yang lalu pemimpin itu sempet bilang, “kalian
sebagai para menteri harus fokus bekerja untuk rakyat, jangan sampai ngurusi
partai dulu”. Mungkin karena bangsa
Indonesial udah terlalu hebat kali, ya. Pinto jadi keinget omongan bapak, waktu Pinto melakukan kesalahan, “Le, kamu
itu calon pemimpin keluarga. Harus bisa mimpin diri sendiri, bagaimana mungkin
kamu mimpin orang lain kalau mimpin dirimu aja belum bisa?”.
Udah, ah, cerita tentang Indonesialnya. Pinto jadi takut. Pinto sebenernya nggak
takut dengan siapapun. Soalnya, kan, Pinto punya Tuhan yang selalu melindungi
kaum yang lemah kayak Pinto. Pinto juga nggak takut kalau misal setelah cerita
sebagian penghuni negara Indonesial bakal marah, lha wong bangsa yang Pinto
ceritakan adanya kan di luar angkasa. Pinto cuma takut kalau bangsa Indonesial itu
salah sangka, dikira Pinto ngehina bangsa orang, ngehina beberapa oknum
tertentu. Padahal, Pinto kan, sayang sama bangsa Indonesial. Setelah nulis cerita ini, Pinto jadi pengen
deh ngirim ke sebuah media massa. Siapa tahu, ada bangsa Indonesial yang khilaf
baca, terus jadi tahu deh kehebatan bangsa-nya.
Kalau perlu, supaya pejabat yang korup baca, supaya mereka tahu, kalau
kehebatan mereka itu menghasilkan penderitaan buat rakyat kecil.
Udah
dulu ya, ceritanya. Pinto mau doa dulu, ah, “Tuhan, semoga setelah menulis artikel ini
Kau melindungiku. Aku masih mahasiswa Tuhan, masih mahasiswa. Lindungi aku, ya!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar