Selain mengunjungi
situs porno, membaca berita adalah hal yang paling membahagiakan ketika
berselancar di dunia maya. Banyak sekali berita yang menayangkan penahanan
koruptor, pemenjaraan pengedar sabu, skandal artis, maling yang dibakar massa
karena mencopet, dan berbagai hal tragis
lainnya. Biasanya, setelah membaca berita, saya akan menarik nafas panjang dan
bergumam, “syukurlah, ternyata saya bukanlah satu-satunya spesies di muka bumi
ini yang mengalami penderitaan.”
Malam ini, nafas saya
dibuat megap-megap oleh berita dan berjam-jam kemudian berita itu terus
menggerus hati nurani saya. Rasanya,
akan sangat disayangkan jika berita itu tidak saya bagikan.
Dan, satu-satunya alasan
membagikan berita ini adalah, saya tidak ingin megap-megap sendirian.[]
***
Tribun Medan, 13 November 2014
Hidup ini berjalan begitu cepat dan ringkas.Terkadang,
kita bahkan tidak sadar, atau mungkin berpura-pura menerima, bahwa kenyataan
tidak seperti yang kita harapkan. Kalian tahu, ternyata lebih mudah mencari
pekerjaan atau jodoh dibanding menjadi pribadi yang kita inginkan atau
cita-citakan.
John Jerryson, seorang bankir sukses berusia 46 tahun,
menulis sebuah surat terbuka di sebuah media lokal Australia. Ia menceritakan seluruh
kisah hidupnya di dalam tulisan itu. Namun jangan berharap Anda akan membaca
kisah sukses seorang bankir di sini. Karena yang tertulis ternyata hanyalah
penyesalan akan hidupnya. Ia, akhirnya, sadar bagaimana ia menyia-nyiakan
hidupnya selama ini. John bahkan menganggap dirinya bagaikan orang asing.
Ratusan orang merespon surat terbuka John dan banyak
diantaranya memberikan simpati dan motivasi. Apa sebenarnya yang dituliskan
John dalam suratnya?
“Hai, namaku John. Aku sudah berpikir cukup lama, namun
akhirnya aku menuliskan hal ini. Aku harus mengeluarkan semua yang tersimpan di
hatiku. Aku seorang bankir yang berusia 46 tahun dan selama ini ternyata aku
hidup tidak seperti yang aku inginkan. Semua mimpiku, keinginanku, sudah
hilang. Aku selalu kerja enam hari selama seminggu dalam 26 tahun ini. Aku
selalu memilih jalur yang aman untuk semua yang kulakukan. Tak kusangka hal itu
lah yang ternyata justru telah mengubah pribadiku.
Aku mendapati istriku ternyata sudah berselingkuh sejak
10 tahun terakhir. Anakku juga tidak begitu peduli denganku. Aku juga baru
sadar bahwa aku tidak hadir di pemakaman ayahku tanpa ada alasan apapun.
Hobiku menulis novel tapi aku tidak pernah
menyelesaikannya. Aku juga tidak jadi menggeluti hobi travellingku yang selalu
kucita-citakan. Padahal hal-hal itulah yang menjadi keinginan dan
cita-citaku sejak masih remaja dulu. Kalau lah gambaran remajaku datang saat
ini, aku pasti sudah memukul wajahku sendiri. Aku akan menyesali kenapa semua
mimpiku begitu cepat hancur.
Masih seperti kemarin rasanya ketika aku masih berumur 20
tahun. Masih seperti kemarin rasanya ketika aku begitu bernafsu mengubah dunia. Orang-orang di sekitar begitu
menyayangiku. Dan aku juga menyayangi mereka.
Aku begitu inovatif, kreatif, spontan, tak takut resiko
dan sangat baik kepada orang lain. Aku hanya punya dua mimpi, yaitu menulis
sebuah buku dan yang berikutnya adalah mengelilingi dunia dan
menolong mereka yang membutuhkan.
Lalu akhirnya aku menikah dengan perempuan yang kupacari
selama empat tahun. Cinta yang begitu nyata. Ia menyukai semua hal yang ada
padaku. Spontanitas, enerjik dan kemampuanku untuk membuat orang lain tertawa
dan merasa begitu dicintai.
Aku tahu bahwa bukuku kelak akan mengubah dunia. Aku akan memperlihatkan cara pandang
yang berbeda, membuat pembacaku berpikir dengan cara yang berbeda sehingga. Aku
pun bersemangat menulis buku itu sejak umur 20 tahun. Ketika itu aku sudah
sampai di halaman 70. Dan kini, ketika umurku sudah 46 tahun, bukunya tetap
masih di halaman 70….
Dulu aku pernah backpacker ke New Zealand dan Philipina.
Aku berencana mengelilingi Asia, Eropa dan kemudian Amerika. Ternyata sampai
saat ini pun, aku tidak pernah lagi pergi ke tempat lain selain di dua negara
itu.
Dimana sebenarnya kesalahanku? Penyesalanku terjadi
ketika saat aku berpikir bahwa aku harus menggeluti pekerjaan yang mapan. Yang
sesuai dengan perkuliahanku. Aku memilih bekerja kantoran, dari jam 9 pagi
hingga jam 7 malam. Setiap hari seperti itu. Apa yang sebenarnya kupikirkan?
Apakah itu yang dinamakan hidup? Ketika aku harus bekerja dan hanya mengisi
waktu dengan makan malam, bekerja untuk persiapan esok hari di kantor dan tidur
jam 10 malam? Lalu bangun esoknya di jam 6 pagi? Itu yang namanya hidup? Oh
Tuhan, terkadang aku sampai lupa kapan terakhir kali aku bercinta dengan
istriku.
Istriku, ya istriku akhirnya mengakui kalau ia telah
berselingkuh selama 10 tahun terakhir. 10 tahun! Tampaknya begitu lama ya? Tapi
aku tak lagi tahu bagaimana rasanya. Bahkan aku tidak merasa sakit hati.
Katanya ia selingkuh karena aku telah berubah. Aku tak seperti diriku yang dulu.
Lalu apa sebenarnya yang kulakukan 10 tahun terakhir ini? Selain bekerja dan
bekerja, aku tak tahu lagi apa yang pernah kulakukan. Yang pasti aku sadar, aku
bukanlah suami yang baik seperti orang kebanyakan. Tidak menjadi diriku
sendiri.
Siapa sebenarnya aku? Apa yang terjadi denganku?
Mengetahui istriku sudah selingkuh pun aku diam saja. Aku bahkan tidak menuntut
perceraian. Tidak marah. Tidak berteriak kepadanya. Dan bahkan tidak menangis.
Aku tidak
merasakan apa-apa. Tapi ketika aku menuliskan surat ini justru aku menangis.
Tapi bukan karena kelakukan istriku. Melainkan karena aku merasa benar-benar
hampa.
Ayahku meninggal 10 tahun yang lalu. Aku ingat betul hari
itu. Ibuku menelponku dan memberi kabar bahwa ayah sakit keras. Tapi aku sangat
sibuk saat itu karena harus mempersiapkan masa promosi jabatanku.
Padahal sudah 15 tahun aku tidak melihat ayahku. Tapi aku
tak pernah datang menjenguknya dan berharap ia akan baik-baik saja. Ia
meninggal. Disaat yang bersamaan jabatanku dinaikkan di kantor.
Ketika ia meninggal, aku malah berkata pada diriku
sendiri bahwa tak masalah kalaupun aku tak datang. Apa yang sebenarnya
kupikirkan? Semua kurasionalisasi. Semuanya kubuat menjadi mungkin. Pola pikir
yang sebenarnya sangat salah karena hanya untuk mendapatkan kemapanan secara
finansial.
Sekarang aku sadar, semua ini tidak benar. Aku menyesali
banyak hal yang tidak jadi kulakukan padahal aku masih memiliki kemampuan. Aku
menyesal karena pekerjaanku sudah mengambil alih seluruh hidupku. Aku suami
yang buruk..Aku hanyalah mesin pencari uang.
Sekarang aku menyesal karena tidak menyelesaikan novelku.
Tidak mengelilingi dunia seperti
yang kuimpikan. Tidak pernah menjadi ayah yang selalu siap untuk anaknya. Aku
bagaikan dompet tebal yang tidak memiliki rasa..
Kalau kalian membaca ini dan sedang memikirkan masa depan
kalian, kuharap jangan menunda apapun
Jangan tunda mimpi-impi kalian. Percayalah pada
kemampuanmu. Lakukanlah sesuatu selagi kau masih muda. Jangan cepat merasa
nyaman. Jangan lupakan teman-teman dan keluarga terbaikmu. Jangan sia-siakan
hidupmu seperti yang kulakukan. Kumohon jangan…
Maaf karena aku bercerita terlalu panjang. Sekarang aku
merasa sangat hampa, tua dan begitu lelah….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar