Aku percaya bahwa suratku ini, suatu saat, pasti akan kau baca meskipun tak pernah kusampaikan langsung kepadamu dan malah kutulis lewat blog pribadiku. Kaupun pasti paham kenapa aku tak mungkin mengirim sepucuk surat ini kepadamu dengan keadaanmu saat ini. Tapi, sekali lagi, aku percaya bahwa setiap tulisan akan menemukan takdirnya masing-masing. Dan, takdir tulisanku ini adalah kau baca.
Apa kabar, Malaikat Kecilku? Sehat, kan? Semoga
Tuhan melimpahkan karunia kepadamu yang tiada habis-habisnya.
Pasti kau akan senyum-senyum sendiri ketika
kupanggil “malaikat kecil” karena teringat puisi konyol yang pernah kutulis
untukmu dulu. Atau, kau malahan bingung dan lupa tentang puisi itu? Tak apa.
Aku tahu kau semakin bertambah umur dan mungkin daya ingatmu mulai melemah.
Tapi kuharap kau tetap tenang. Karena setelah membaca surat ini, kau pasti
ingat semuanya.
Sebelum kau bertanya, kenapa aku menulis surat ini,
maka akan kujawab bahwa aku tak tahu alasannya. Seolah-olah semesta menuntunku;
otakku tiba-tiba memikirkanmu dan jiwaku terus merongrong merindukan
kehadiranmu, fikiranku terlempar ke masa lalu—9tahun silam—saat kita pertama
berkenalan, dan tanganku digerakkan untuk menulis. Maka jadilah surat ini.