20 Juli 2014

Pertanyaan Untuk Tuhan

Aku bukanlah seorang penutur yang baik. Bagaimana tidak, SD saja aku tidak lulus, membaca huruf tak bisa, bahkan memegang laptop saja tanganku sudah gemeteran. Satu-satunya yang bisa dibanggakan dariku hanyalah berhasil membuat istriku hamil. Kau pasti bertanya-tanya, apakah aku membual? Aku benar-benar tak bisa menulis. Perihal aku bisa menceritakan kisahku ini, akan kau ketahui nanti.                          

Aku masih asyik menghisap beberapa batang rokok sambil mongalik-alik papan penggorengan. Sungguh hal yang memuakkan. Tapi apa daya, inilah pekerjaan yang harus kujalani sebagai penjual burjo; menatap papan penggorengan, lalu menunggu warung setiap hari. Andaikan bisa memilih, pasti aku akan memilih sebagai konglomerat dimana setiap hari bisa bercinta dengan istriku sepanjang waktu sampai lemes. Tidak seperti sekarang. Hampir setiap malam hari aku kesepian. Istriku berada jauh di Jawa Barat, sementara aku di Yogyakarta membanting tulang demi menghidupi keluarga. Jadi aku terbiasa meluapkan kesepianku dengan bercerita kepada pelanggan.                                                                
Kepulan asap masih melayang-layang di warung makan sederhana yang kupunya. Sayup-sayup kudengar jeritan orang-orang di sepanjang jalan depan warungku. Penggorengan yang ada didepanku bergetar dengan hebat. Mejaku sampai bergoleng, lalu tergeletak.

“Gempa! Gempa!” teriak orang-orang.